algazali
Senin, 22 Januari 2018
Minggu, 29 Mei 2016
SAMBUTAN PERPISAHAN KELAS 9 DAN GURU MTsN JATUH 2016
Sambutan
perpisahan kelas 9 dan Guru MTsN Jatuh.
DARI GURU
YANG MENINGGALKAN
Assalamu’alaikum
wr.wb
Alhamdulillahirabbil’alamiin.
Assaltu wassala mu’ala asyrafil abiya i wal mursalin wa’ala alihi wa shahbihi
az ma’ in.
Allahumma shally ala
sayyidina Muhammad, wa’ala ‘ali sayyidina Muhammad sayyidul mursalin, Rabbis
rahlii syadri, wa yas sirli amri, wahlul oqdatanmillissanii, yap qahu qauli,
amma ba’du.
*Yang terhormat,
Bapak Kepala Kantor Kementerian Agama Hulu Sungai Tengah atau yang mewakili.
*Yang terhormat
Bapak Kepala Madrasah Tsanawiyah Negeri Jatuh.
*Yang terhormat
Bapak Ketua Komite dan anggota Komite MTsN Jatuh.
*Bapak Ibu dewan
guru dan rekan staf tata usaha yang saya hormati.
*Babak-bapak ibu-ibu
orang tua, wali siswa kelas sembilan yang saya muliakan.
*Serta anak-anak
siswa siswi sekalian yang kami
banggakan dan kami harapkan
keberhasilan nya.
#Yang pertama-tama
marilah kita panjatkan fuji syukur kehadirat Allah SWT, yang dengan limpahah
dan rahmat Nya jualah kita dapat bertemu dan berkumpul ditempat yang berbahagia
ini. Alhamdulillahi rabbil ’alamin.
Dan tak lupa pula
marilah kita haturkan seindah kata
shalawat dan salam kepada junjungan kita
Nabi besar Muhammad SAW, sebagai putra terbaik sepanjang zaman yang
tiada nabi lagi sesudahnya, juga salawat dan salam kepada keluarga Beliau,
sahabat-sahabat Beliau , juga kepada pengikut-pengikut Beliau sampai akhir
zaman.
Hadirin sekalian yang berbahagia.
Sebelum saya
menyampaikan sepatah kata sambutan perpisahan ini, perkenankanlah saya
menyampaikan permohonan rida, ampun dan ma’af yang sebesar-besarnya dari lubuk
hati yang paling dalam. Saudara, tiada kata dan lisan yang luput dari hilap dan
salah, tiada gading yang tak retak, tiada laut yang tak ber ombak.
Jika sekiranya nanti ada kata dan perbuatan saya yang tak
layak dalam menyampaikan sambutan ini .
#Melalui podium ini
perkenankan saya ,mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada anaknda
pengatur acara yang telah memberikan waktu dan kesempatan untuk menyampaikan
sambutan .
#Bapak ....
ibu .... saudara .. saudari ... serta anak-anak sekalian yang bebahagia.
Melalui podium ini,
saya menghaturkan ucapan terima kasih yang sebesarnya kepada semua pihak, terlebih khusus kepada rekan-rekan dewan guru
, staf tata usaha dan anak-anak sekalian.
Atas dorongan moril semuanyalah sehingga saya masih dapat berada di antara sekalian. Kalaulah seumpama pohon
yang kekeringan , maka saudara-saudaralah yang menyiramnya dengan semangat pantang
menyerah, kalaulah layu , disiram lagi
..... 3x. Juga kepada anak-anakku
sekalian , saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya yang dengan
segala penghormatan dan kerendahan hati kalian menerima saya sebagai pembimbing kalian dengan segala
kekurangannya.
Saudara sekalian.
Sedikit saya
bercerita pengalaman.
Di sini, di sekolah
ini, saya pertama diminta membantu mengajar
pada tahun 1990 an sampai tahun
1992 lalu saya minta berhenti. Kemudian pada pertengahan tahun 1998 saya di
minta lagi membantu untuk menggantikan guru
yang pindah.. dan ... terus ..
sampai tepatnya Maret 2016 tadi. Ya...
kalau di hitung lumayanlah kira-kira
totalnya 19 tahunlah.
Alhamdulillah, pada
akhir Maret tadi keluar juga SK CPNS ,
sebuah penantian yang panjang setelah
mengikuti tes cpns kategori 2 pada ktober 2013 yang lalu dan dinyatakan lulus
Nopember 2014 dan Sknya baru saya terima
akhir Maret 2016 tadi . sekali lagi alhamdulillahirabbil’alamiin..
Namun dibalik
kegembiraan itu ternyata ada terselip kesedihan karena kita akan berpisah,
yakni pada sk penempatan . Saya ditugaskan pada MTsN Batu Benawa Pagat. Tetapi
masih bersyukur, karena penempatan tugas tidak terlalu jauh .
Saudara saudari dan anak-anakku sekalian yang berbahagia,
..... Cinta....
lantaran mata yang terpikat, sayang... lantaran hati yang terjerat, rindu....
lantaran rasa yang tersirat.... bukanlah perpisahan yang di tangisi, bukanlah
pertemuan yang di sesali, tapi inilah nyata takdir illahi, yang harus di jalani
hari demi hari. Maka saya usahakanlah
untuk tabah dalam menapaki .
Ayam rintik di tepi
hutan, nampak dari tepi telaga, nama yang baik jadi ingatan, seribu tahun
terkenang jua. ...
Dari mana hendak
kemana, tinggi rumput dari padi, hari mana bulan mana, dapatlah kita berjumpa
lagi....
Permata jatuh ke
rumput, jatuhnya ke rumput bersilang, dari mata memanglah luput, dalam hati tak
akan hilang...
Akar keladi melilit
selasih, selasih tumbuh di ujung taman, kalungan budi junjungan kasih, mesra
kenangan sepanjang zaman....
.... rekan –rekan
dewan guru dan anak-anakku sekalian serta
saudara sekalian....
Selama kita
berkawan. .... bergaul yang begitu lama, beribu kenangan yang manis maupun
pahit telah terukir, tentu banyak laku
perbuatan dan ucapan saya yang tidak pada tempatnya, ucap kata dan pertuturan
yang kurang layak dari saya, bersenda gurau yang berlebihan atau sikap yang
kurang baik, ... maka inilah saatnya saya memohon dengan sangat .. bukakanlah
pintu maaf, dan ampun serta keredaan rekan-rekan dan anak-anak sekalian yang
sebesar-besarnya dan dengan segala ketulusan hati. Supaya tiada ada di antara
kita dengki dan dendam serta syak wasangka yang tiada bermakna. ... demikian
juga dari saya .. telah dengan setulus-tulusnya dan seikhlas-ikhlasnya. Telah
memaafkan semuanya..... semoga Allah selalu meredai kita semua ... amin.
Saudara sekalian
....
Selanjutnya
bolehlah saya berpesan ....
Kepada anak-anak
kelas 9 yang akan meningkalkan sekolah ini.
Lanjutkanlah
pendidikan kalian setinggi-tingginya, tuntutlah ilmu sebanyak-banyaknya,
keruklah selama kalian mampu. Dan janganlah putus di tengah jalan.... sampai
kamu berhasil.. menjadi orang yang ber ilmu, sehingga dapat dengan mudah untuk
mengatasi tatangan segala zaman.... generasi yang tangguh, kokoh tegak berdiri,
tidak mudah goyang diterjang topan dan badai kehidupan yang akan datang.
Berburu ke padang
datar, mendapat rusa belang di kaki, berguru kepalang ajar, bagai bunga kembang
tak jadi. Bangsal di hulu kerapatan,
sayang durian gugur bunganya, sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tiada
guna....
Dan yang lebih
penting lagi usahakan untuk dapat mengamalkan ilmu-ilmu yang telah diperoleh
selama kalian belajar di sekolah ini. ...
Tentu kami tidak
mengharapkan seperti ini....
......
gasan bibinian dahulu ... nah ..
Pasang lalangit
gasan mamais, kananya iwak saluang, duhai langit kanapa manangis, malihat diang
lapas karudung,...
Umai mayang sangkut
di dadap, manjuraknya pakai paikat, umai diang baindruk handap, tampaha hirang
basapai kunat.....
Nah .. gasan lalakian
pulang...
Ganal-ganai si buah
hanau, manutuhnya pakai gargaji, utuh ganal guring malandau, mata pisi-pisi
baliur basi....
Kuduk kurus sikurat
bamban, barang-barang bulunya ikal, duduk di gardu bamamalaman, urang tuha kada
ba akal.
Apalagi jangan sampai
seperti ini ...
Kastila masak
mangkal, dijajak linyak-linyak. Urang tuha kada ba akal, malawani kanak-kanak. ...
Atau ... baju lapis
kutang, silawar kurita, ka warung bahutang , ruku mainta, duduk di babangkuan
pangkat sh alias silawas hundap..... uma... mamabari supan ......
Bapak saudara dan
anak-anak sekalian ....
Selanjutnya ...
Kepada anak-anak
kelas 7 dan 8 , belajarlah kalian dengan sungguh-sungguh, taatilah orang tua
dan turutilah nasehat gugu-guru kalian. Supaya hasil belajar kalian senantiasa memuaskan hati.
Dan membanggakan
orang tua kalian serta membahagiakan guru-guru kalian .
Bapak.... ibu ....
anak.. anak dan saudara-saudara sekalian..
Yang terakhir ......
Saya mohon do’a
restu sampian barataan, mudahan saya dapat menjalankan tugas di tempat yang
baru dengan baik dan amanah. Serta
selalu mendapat perlindungan dan kemudahan dalam segala urusan dari Allah SWt
... amin.. ya.. Alllah ya.. rabbal ‘alamiin.
....Bapak..ibu...
dan akan-anak sekalian yang berbahagia......
Hari ini mananam sarai,
besok lusa manggangan tungkul, hari ini kita bercerai , mudahan besok kita bakumpul.
Dimapa akal manimbai
lunta, akar manggis bakulilingan , dimapa akal handak malupa, mun batamuan
bakurihingan.
Dimapa akal manimbai
lunta, iwak tilan dipakajangan, dimapa akal dandak malupa, guring sa ilan nang
kaganangan.
Duhai sembilu
paringku patah, mata sembilu gasan ukiran, aduhai pilu hati berpisah, banyu
mata kilir-kiliran......
Batang Kurihang
dibalah-balah, dahan-dahannya di ulah kayu, sekarang kita berpisah, mudahan
bakumpul di lain waktu,
Banang-banang
sudahlah jauh, jauh lagi buluh perindu, ganang-ganang aku nang jauh, lamun
sampian marasa rindu.
Kandangan jumbatan
papan, martapura jumbatan wasi, kaganangan di waktu makan, banyu mata gugur ka
nasi.......
Buah mingkudu
dimakan hirangan, sambil maloncat ka pohon pinang, lamun ku rindu wan
kaganangan, bolehlah aku umpat ba ilang.
laju lajunya naik
sapida. Handak singgah ka pasar haruyan.
rindu dandaman sasak di dada. Tunduk tingadah ku pandang bulan.
Demikian sambutan
dari saya... semoga ada manfaatnya dan mohon maaf atas segala kurang atau
lebihnya. Akhiru qalam.. Billahi taufiq wal hidayah ....
Wassalamu’alaikum
warahmatullah wabarakatuh.
Ka balakang manabang
paring,Limbah di tabang lalu di balah
Asa supan aku
maniring, Gulu mahabang rambutnya basah..
Senin, 21 Maret 2016
KISAH BAHASA BANJAR HULU SUNGAI PART 4
KISAH-KISAH BAHASA BANJAR HULU SUNGAI
PART 4
1. TASALAH SINGGAH
Hari itu, kira-kira pukul dua siang, Kai Japuk
bulik, matan tanjung bulik bagawi bangunan umpat bubuhan pamuda. Waktu di jalan
sidin marasa haus. Pas malalui wilayah Sungai Katapi, banyak warung balirit,
lalu singgah sidin ka warung nang pinda sunyi.
“Oo..
Luh.. Kopi manis sabuah...!”
“Inggih.... kai.. ai “. Aluh Kaciput manyahuti.
Kada lawas kaluar si Aluh mambawa akan
banyu kopi pasanan Kai Japuk tadi.
“Makasih
luh ai,” Ujar kai. Gasak sidin maharu kopinya, lalu mahirup
sadikit-sadikit. Tangan kanan sidin manjumput guguduh hanyar di bangkit, kipik-kipik tangan...
huh.... huh ... huh... muyung muntung kai
japuk maniupi guguduh panas. Lalu
di andak ka pipiringan bakas kaandakan cangkir kopi tadi, gasak guguduh tadi di ricih-ricih sidin supaya lakas dingin. Tapaksa ai talawas
sadikit , di yapa saraba panas. Kurang labih satangah jam tuntung sidin minum
kupi wan makan guguduh tadi.
Gasak
ai sidin ma ambil ipuk, lalu ma ambil duit dua puluh ribuan, gasan mambayari
munuman wan guguduh nang sidin makan
tadi.
“Uu ... luh... ini nah duitnya, tadi sacangkir kopi, wan sabiji guguduh luh
ai”.
Gasak Si Aluh manyambut duit bayaran Kai
tadi, lalu duduk ai inya pulang di balakang mija.
Lawas...
lawas... mahadang angsulan, bapaparapat
jam saku. Batakun ai Kai tadi.
“ Luh... barapang tadi haraga sacangkir kupi panas wan sabiji guguduh, Luh? “...
“Pas ... Kai ai. “ Jar Aluh manyahuti.
“Hitung .. bagus-bagus , sacangkir kupi wan
sabiji guguduh. Luh ai.” Jar Kai lagi. Pikir sidin paling larang lima ribu.
“Kada... kai ai .. duit nang piyan
bayarakan tadi pas haja...” Jar Aluh manjalasakan.
“Kada tasalah hitung lah .. Luh. “ Bamula
muha Kai pinda habang.
“Kada..
kai ai... Piyan kai ai nang tasalah singgah”. Ujar Aluh Kaciput
manjalasakan, muha misam-misam. Kunjilam....
kunjilam. Mata pinda kurup-kurup.
Mandangar
sahutan Aluh tadi, mandam muha, pikir sidin , nini saku warung nang
ujar-ujar tu saku.
Limbah itu gasak Kai Japuk tadi mangaluyur
kaluar warung manuju sapida mutur, gasak mahidupi. Kada kulih kiwa kanan lagi, limbah hidupi sapida mutur.
Tancap gas mara bulik. Jara aku singgah ka warung nang kada kakaruan lagi. Rugi ... tahulah.
Bagawi panat, paluh ka burit-burit.
(Makanya..
di itihi ai dahulu warungnya, warung gadiskah, warung balu kah, atawa warung
... ... jangan sambarang singgah lagi kai ai.... )
Algazali. Walatung, 14 Maret 2016.
2. TASALAH HABAR
Kamarian (Arba) handak
magrib, datang tuhaannya (abah), mahabarakan bahwa Kai Acan maninggal dunia.
“Jar .... siapa piyan
bah”
“Ujar.. Dil.. tadi,
banyak ai kakanakan ai bahabarakan” Ujar
Abah manyahuti.
“Mahala jua, bah ia, kena
ia limbah magrib aku kahulu.”
“Eeh.. sama ai jua..”
Jar Abah. Lalu sidin bulik.
Tuntung bamagrib......
limbah makanan. Gasak ku ambil kantongan nang baisi satimpil kipayah wan buku
handil mati Waringin. Turunakan sapida, tulak ampah ka hulu basapida. Sampai ka
wadah anak Kai Acan, ku lihat warung
babuka, urangnya kada banyak pang. Singgah aku, lalu batakun.
“Hin.... ( manya Hihin) dimana kai ba andak?.
“Di rumah sidin ai.
Ai... napang habar ti.. li ..?’ jar
Manya Hihin manyahuti, bingung.
“Anu... ujar ... tuha
annya maninggal jar.” Jar ku.
“Maninggal... jar
siapa.. ?” manya Hihin lagi, batambah
bingung.
“Ujar abah... abah ujar
kakanakan tadi, kamarian tadi jar.” Jar Ku lagi, mulai bingung.
“Kada... Jal ai.. tadi kami mamindah sidin karumah kaka Aluh banarai, ganangan
kakanakan luku, maninggal saku lih.
Sidin kada kawa napa-napa lagi, jadi mun di pindah karumah anak nyaman
jua manggaduh sidin.” Jar Manya Hihin manjalasakan. Aku mulai mamahami ka adaan
nang sabujurannya.
“Mun .. dintu.. muhun
maap ai lah aku tasalah habar. Aku babulik ha mamadahan nu tuha annya kalu
sidin kada tahu.” Jarku lagi.
“Panjang umur .. sidin
lagi.. “ Jar Manya Hihin.
‘E..eh... lih.. “jar
Ku. Lalu gasak aku bamara bulik.
Sampai ka wadah abah,
aku singgah. Pas banar tuha annya mambuka lawang, basiap handak mambawa pakakas
kamatian nang sudah di siapakan basusun di pulatar.
“Lain.. bah ia.. kada
maninggal. Kada maninggal bah ia. “ jarku tanyaring sadikit.
“Ai... kada maninggal
?” Jar Abah pinda bingung.
“Aku .. tadi datang di
hulu... “
“Iya.. kah.. “Jar abah
hanyar parcaya. Gasak sidin manyimpuni pakakas tadi lalu mamabawa naik ka rumah
dibulikakan ka kamar simpanan barang wan
alat kamatian nang biasa ka andakannya.
Lalu aku naik karumah
tuha annya, mangisahakan. Kajadian tadi , tatawaan di juruk sabarataan. Maklum
malam itu, malam Kamis ada acara
balajaran ( pambacaan kitab Hikam) oleh Abah Saili. Tapi balum pang bamula,
hanyar haja waktu Isa.
( Jadi... bahabar tu bujur-bujur.
Untung haja balum tahabari Katua, wan balum di umumakan di langgar. Ka..tida....
tahu urang sa RT an.)
Kada lawas... (ampat
hari limbah kisah tadi) Limbah tanghari
Ahad datang Manya Hihin ka rumah, parahatan makanan, mahabarakan bahwa bapanya
(kai Acan ) sudah maninggal tadi satagah satu. Nah ini nang bujuran am. Lain
dudustaan. Gasak tulak mambawa satimpil wan buku handil mati, salajur
bahabar sa Rt an, maumumakan di Langgar.
Manggani i manangani , wan mambagi kifayah.
...... sampai tuntung.
..... itu pang kisahnya.... pahami saurang haja
lah....
Algazali. Walatung, 14 Maret 2016.
3.
MALIBASI TABUAN
GANTUNG
Kamarian tu aku di suruh mama, manaiki
niur kuning nang ada di higa rumah usu
Nudin.
“Tuh... naiki pang niur kuning nang ada di higa rumah
Usu, palihat ku banyak nang karing,
pinda mahirang. Lawas pang kana di anu. Barang ai mangumpulakan dahulu, kena
gasan mahaul datu” jar Mama, mangiaw aku.
“E..eh, .. parang bakumpang wan kampil
bapanggalnya mana ?” jar ku manyahuti.
“Tu.. cari i di pulatar kampilnya, parang
bakumpangnya ba andak di higa lawang padapuran “.jar Mama.
Sudah siap samunyaan alat wan wadah gasan
manaik niur, Ku andak di ancak sapida. Lalu barangkat ampah ka hulu. Kada jauh pang
sakira saparampat pal haja. Sampai ka halaman usu Nudin, Andak sapida, ibit
parang pakumpang, pasang ka pinggang, kujarat talinya, nyaman haja, bakas pisau
panyadapan. Kulihat ka atas niur, dasar bujur, buahnya labat mahirang karingan.
Daun karingnya jua banyak jaruaian. Tinggi jua niurnya malima walas dapa saku,
maklum niur tuha jadi niur laur sudah.
Sampai kapuhunnya, gasak ku naiki, badakap
haja, adapang kimpangannya, tapi jarang-jarang. Nyaman ia manaiki niurnya pinda
cundung sadikit ampah ka padu.
Dakap ..... dakap ... ahirnya sampai ka
bawah buahnya, bamandak satumat mainda kaya apa malunggah, ka atas supaya nyaman manataki tundunannya.
Lantaran buah nya labat wan sasak, tuhuk jua hanyar kawa malunggah, mahingal
jua. Limbah kawa malunggah, baistirahat satumat bataduh paluh, limbah itu ku cabut
parang nang ada di pinggang.
Lalu....
tak.tak..tak... rabuk. Satundun
gugur. Tak....tak... rabuk. Satundun pulang gugur. Tak... tak....
rabuk, satundun pulang gugur, habis nangkaringnya, ku kuncang tundunan nang
kada karing. Ada dua tundun nang bakuncang, Kutatak jua.... tak..tak...
rabuk,,.... tak.... tak rabuk. Habis nang bakuncang. Kutatak sabigi dua nang
anum. Tak .. rabuk .. tak.... rabuk . Tuntung sudah ma anu i buahnya, mulai
nang karing sampai nang bakuncangnya ditambahi dua bigi nang anum. Baistirahat
satumat. Sambil mainda pacang turun.
Nyaman ai, turunnya sudah kada sasak lagi wan buahnya.
Kawa malunggah ka bawah, badakap pisit ka
batangnya. Sambil tangan mangguyangi daun nya nang karing baruai. Guyang...
guyang... gulak... gulak... guguran naun karingnya sampai habis.
Limbah itu.. tadi yapa pinda
kailingungan tabuan gantung tumbur.
Dalam hatiku. Ai batabuan saku nih, di mana sarangnya, taumpat gugur di daun
niur ti kah atawa di batang nya kah. Sambil mancari akal. Ku ragap batang niurnya
pisit ba uup baranai. Kada lawas ampih tabuannya tumbur. Hanyar wani balungak,
sambil ba i i tih di mana jua sarang nya. Sakali ta i tihi ka bawah . Eh... sakalinya di batangnya
bagian bawah. Sakira-sakira dua dapa pada aku ba diam. Pahin naik tadi kada ada
katahuan tabuannya. Jakanya tahu pa kada
jadi manaiki. Maka ganal parak satabah tampikannya.
Di mapa akal ?..... pikir.... pikir .... nang ngaran
kapidaraan. Lalu timbul akal. Yaitu ;
Tangan kiwa kanan ku salungakan ka batangnya,
jariji nya ku sambungakan. Lalu batis jua di salungakan dikaittakan . lalu
...... Bismillah..... dadakapan tangan
wan batis di lunggarakan , lalu... laju
ai tagalusut turun .... manalu dapa bagalusut tadi, gasak
kupisiti dakapan tangan wan batis ....
alhamdulillah .... tamandak.... bagana satumat.
Hanyar turun bagamat. Ahirnya sampai ka tanah. Alhamdulillah salamat.
Duduk ka banir rambutan parak puhun niur
tadi. Tadi mapa mati padih di dada , pagalangan sampai ka pipikangan,. Eee...
sakali di pariksa.. dada rarai bingsak bacaur darah. Mintu jua pagalangan kiwa
kanan parak katiak jua a ara an darah. Sampai ka tampaha taumpat rarai. Umai
padihnya. Untung cawatnya kada rabit, Cuma kuning haja bakas bagalusut tadi.
Katiya saku ....
Sambil
babirangkang ma arit padih di tampaha bajalan
bainggang manjatu i niur nya. Kada
kawa mamabawa bulik. Tapaksa ai ku tuyuk di parak puhunnya haja.
Bulik ai
bagamat maninjak sapida. Sampai karumah, bapadah wan mama. Pada kada
kawa mambawa bulik niurnya sambil ku kisahakan samunyaaan kajadiannya. Untung
haja mama kada sarik.
Kena mun handak naik nuir di tapak-tapak
ai dahulu batangnya. Kalu ada tabuannya. Lawan waktu naik sambil di itihi kalu
ada sarang tabuan. He...
he ... mun disangatnya pa sakit
wan bangkaknya. Tahulah..... marasa maka
tahu , siapa nang suah disangatnya ?
Hinggat situ gin kisahnya.... . Algazali; Walatung, 17 Maret 2016.
4.
MANCANCANG HANTU
Malam Sanayan tu, Guru Amit, malajari sifat dua puluh atawa Tauhid di
kampung Baru nang ba andak di rumah Imis Jagau. Banyak ai urangnya, tuha-tuha
ai nang hakun balajaran. Nang anum nya mana ?.....
Tadi mapa malam itu landung banar hanyar bulikan, maklum harinya
hujan di luar rumah. Jadi tuntung balajaran bapapandiran mahahadang taduh
hujan. Parak pukul satu malam hanyar pinda taduh, itu gin hujan nya masih
baribisan alias burintisan. Tapi urang nang balajaran bamula bulikan. Sudah
bilang habis bulikan nang balajaran, tatinggal tuan rumah wan Guru Amit.
“Sadang ai jua aku bulik nah,” jar Guru Amit.
“kada usah gen, bamalam haja, harinya landung jua, makanya hari
masih baribisan .” Jar Tuan Rumah.
“Maaf hanja pang Mis ai, aku tadi kada tapadah wan mamanya di
rumah.” Alasan Guru Amat.
Cangkal
jua handak bulik Guru Amat, maka jauh jua buliknya ka kampung subalah, sakira ampat pal saku.
“Mun damintu, nih na... bawa payung wan parang mandau bakumpang ,
kalu nangapakah di jalan, kami injami ha, tapi minggu dudi bawa akan ka sini. “
jar tuan Rumah sambil manjulungi payung wan parang mandau pakumpang hanyar
titikan, jadi landap banar parangnya. Lalu .. “ Baik ha kalu lampu sapidanya
Ru.. “
“Eh... baik banar ... wan jua
arimya salau-salaiwan jua, kalihatan haja jalan, kawa haja maliungi lubak licak
nang ta dalam kena,.” Jar Guru Amit. Maklum bahari jalannya balum ba aspal kaya
wayah hini.
“Assalamu’alakum... “ jar guru Amit Sambil manaiki sapida untanya mirik simking.
“Wa’alaikum salam... hati-hati di jalan, muadahan salamat sampai
tujuan, Ru ai”. Jar Imis.
“Amiiin...” jar Guru Amit. Bagasak sidin manjalanakan sapidanya
ampah bulik.
Jalan...
jalan.. arinya masih pinda biribisan
sadikit, kawa haja pang kada usah pakai payung. Jua arinya pinda ba angin,
dibus..... dibus.... Macam-macam bunyi
tadangar, maklum sunyi kada urang nang bajalan lagi malam tu. Jahanu
tadangar bunyi kukulai, bunyi musang, jahanu ada bunyi hadupan, jahanu ada jua
bunyi mangi ik, napakah luku.
Kada karasaan sampai, ka batas kampung, kiwa kanan padang rumbiya,
rumah jua kada ada, yah padang sawangan lah. Maka jauh lagi hanyar ada rumah
urang.
Pas..
arinya pinda ba angin ta daras. Tadimapa Guru Amit ta itihi ka pinggir , arinya jua salau salauan palihat
sidin mancugut hirang ...ganal... mandua ikung... gebek... gebek... gebek...
talinganya bagebek .
Pikir sidin.. nini saku jar urang tu nang ngaran hantu saku . Nah... bulu tundun mamburijing . Kada
sa apa bamandak sidin, turun pada sapida, gasak mancabut parang mandau injaman
tadi. Dalam hati sidin . “ Ni... ka am
karuan hantu ai, handak marasai mandau hanyar titikan ni, ayu ja.”
....... Lalu brak.... brak... brak...
bras.. bras... kada maingat rarawisan, timpas barait , cancang lamuk hantunya.
Kada lawas dua ikung hantu rubuh hancur tahambur. Gasak sidin mambuat parang nya ka kumpangnya,
lalu naik sapida manuju bulik.
Sampai ka rumah, “ Uma nya.... uma nya. Lakasi bukai lawang nah...
sambil manggandah tawing sing gancangan. Kada lawan manyahuti nang bini,”
Hadang dahulu nah. “ Gasak nang bini
mambukai lawang.
Sudah imbah manaikakan sapida, lalu bakisah Guru Amit wan nang bini
sambil hinak masih mahungal. “ Hah...
hah ... umanya... tadi.. aku salang mancancang hantu , dua ikung hantunya.”
“Ai.. di mana tih tatamuan hantu.” Jar Nang Bini.
“Tu... di batas kampung, padang rumbiya. “
“ Ai.. mati lah” Jar nang bini sambil takurihing.
“Kada bataha, ... hancur tahambur nitu, nyata ai mati. “ Jar Guru
Amit manjalasakan.
Kada
lawas guringan. Landung jua arinya mamukul dua labih. Guru Amit tadi kauyuhan
jua, limbah mancancang hantu. ..........
Esuk hari .....
Tumbur di kampung subalah, daun rumbiya nini Randah di cancang
urang. Kada nang tahunya siapakah nang mancancang. Manyumpah-nyumpah Nini
Randah , umai.. umai .. purunnya , siapa jua nang purun mancancang daun rumbiya ku ngini. Lapah aku mamagat.....
Rupanya... Nini Randah, ari Ahat sumalam sidin mamagat daun rumbiya.
Kada sawat mambawa bulik. Lalu di andak sidin di pinggir jalan . Maandaknya di
cagatakan, nang ngaran ganal babatannya nyaman haja ma andak di cagatan. Limbah
tu di atasnya sidin tukupi wan daun kaladi tabangan nang ganal wan libar, lalu
sidin ditindihi tanah babingkil supaya mun ari angin daunnya kada tarabang, wan
jua mun ari hujan kada kahujanan jadi kada barat lagi ma angkat, sabab daun
rumbiyanya ti is kada basah lagi.
Rupanya... pang lihat Guru Amit malam tadi , talinga nang bagibek
turun naik tu, adalah daun kaladi tabangan nang tatiup angin.. gabak..gabak.
Maklum haja pang panglihat urang takutan... .....kalaras pisang, mun tatiup
angin ganangan hantu handak mangapung.
Ha..... ha... ha.... dua babat daun rumbiya hancur kana
cancang. Lagi ha ... ma andak maminggir
jalan. Ingatakan lah nang dudi jangan lagi. Kalu malam jadi hantu... pulang.
5. CUCU BA’AN
Kamarian jumahat ini, urang sabuah rumah handak bakakawinan
(banikahan).
Urangnya sudah
takumpulan, wan Naip (Kepala KUA Kecamatan) sudah jua datang, pahadangan
bamula, sambil munyurungi banyu tih manis, sambil bapandiran macam-macam.
Naip”: Siapa nang pacang
di kawinakan ni ?
Manyahut Kai Layau nang
duduk di higa.
Kai :” Anu,.. Naip.. ai..
cucubaan nang pacang dikawinakan”.
Naip.” Ai ... jangan
cucubaan, kana mau cucubaan kawin tu.”
Kai . “Banaran .. Naip
ai, dasar cucubaan nang pacang dikawinakan.”
Naip;”kada bulih
cucubaan, urang kawin tu” bamula Muha Naip pinda habang manahan sarik.
Kai;” Damia... Naip ai,
nang pacang dikawinakan ini, cucunya alih Ba... an, Ba’an itu ngaran nininya.”
Naip;” Ai ... da
mintukah, sangka ku ti cucubaan bujuran alias i incaan kawinnya.” Hanyar Naip
paham maksud kai Layau.
Tatawaan urang
sarumahan... Lalu lakas mulai acara
bakakawinannya sampai tuntung......
Pamandiran tu
hati-hati... kena salah paham, pa mamgalihi.
(Sunting
sumber: Algazali; Walatung, 19 Maret 2016).
Langganan:
Postingan (Atom)