Minggu, 29 Mei 2016

SAMBUTAN PERPISAHAN KELAS 9 DAN GURU MTsN JATUH 2016



Sambutan perpisahan kelas 9 dan Guru MTsN Jatuh.
DARI GURU YANG MENINGGALKAN
Assalamu’alaikum wr.wb
Alhamdulillahirabbil’alamiin. Assaltu wassala mu’ala asyrafil abiya i wal mursalin wa’ala alihi wa shahbihi az ma’ in.
Allahumma shally ala sayyidina Muhammad, wa’ala ‘ali sayyidina Muhammad sayyidul mursalin, Rabbis rahlii syadri, wa yas sirli amri, wahlul oqdatanmillissanii, yap qahu qauli, amma ba’du.
*Yang terhormat, Bapak Kepala Kantor Kementerian Agama Hulu Sungai Tengah atau yang mewakili.
*Yang terhormat Bapak Kepala Madrasah Tsanawiyah Negeri Jatuh.
*Yang terhormat Bapak Ketua Komite dan anggota Komite MTsN Jatuh.
*Bapak Ibu dewan guru dan rekan staf tata usaha yang saya hormati.
*Babak-bapak ibu-ibu orang tua, wali siswa kelas sembilan yang saya muliakan.
*Serta anak-anak siswa siswi sekalian yang kami  banggakan  dan kami harapkan keberhasilan nya.
#Yang pertama-tama marilah kita panjatkan fuji syukur kehadirat Allah SWT, yang dengan limpahah dan rahmat Nya jualah kita dapat bertemu dan berkumpul ditempat yang berbahagia  ini. Alhamdulillahi rabbil ’alamin.
Dan tak lupa pula marilah  kita haturkan seindah kata shalawat dan salam kepada junjungan kita  Nabi besar Muhammad SAW, sebagai putra terbaik sepanjang zaman yang tiada nabi lagi sesudahnya, juga salawat dan salam kepada keluarga Beliau, sahabat-sahabat Beliau , juga kepada pengikut-pengikut Beliau sampai akhir zaman.
Hadirin sekalian yang berbahagia.
Sebelum saya menyampaikan sepatah kata sambutan perpisahan ini, perkenankanlah saya menyampaikan permohonan rida, ampun dan ma’af yang sebesar-besarnya dari lubuk hati yang paling dalam. Saudara, tiada kata dan lisan yang luput dari hilap dan salah, tiada gading yang tak retak, tiada laut yang tak ber ombak.
Jika sekiranya  nanti ada kata dan perbuatan saya yang tak layak dalam menyampaikan sambutan ini .
#Melalui podium ini perkenankan saya ,mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada anaknda pengatur acara yang telah memberikan waktu dan kesempatan untuk menyampaikan sambutan .
#Bapak  ....   ibu .... saudara .. saudari ... serta anak-anak sekalian yang bebahagia.
Melalui podium ini, saya menghaturkan ucapan terima kasih yang sebesarnya  kepada semua pihak,  terlebih khusus kepada rekan-rekan dewan guru , staf tata usaha dan anak-anak sekalian.  Atas dorongan moril semuanyalah sehingga saya  masih dapat berada di antara  sekalian. Kalaulah seumpama  pohon  yang  kekeringan  , maka saudara-saudaralah yang  menyiramnya dengan semangat pantang menyerah,  kalaulah layu , disiram lagi ..... 3x.  Juga kepada anak-anakku sekalian , saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya yang dengan segala penghormatan dan kerendahan hati kalian menerima saya  sebagai pembimbing kalian dengan segala kekurangannya.

Saudara  sekalian.
Sedikit saya bercerita pengalaman.
Di sini, di sekolah ini, saya pertama diminta membantu mengajar  pada tahun 1990 an sampai  tahun 1992 lalu saya minta berhenti. Kemudian pada pertengahan tahun 1998 saya di minta lagi membantu untuk menggantikan guru  yang pindah..  dan ... terus .. sampai tepatnya  Maret 2016 tadi. Ya... kalau di hitung lumayanlah  kira-kira totalnya 19 tahunlah.
Alhamdulillah, pada akhir Maret tadi keluar juga SK  CPNS , sebuah penantian yang panjang  setelah mengikuti tes cpns kategori 2 pada ktober 2013 yang lalu dan dinyatakan lulus Nopember 2014 dan Sknya  baru saya terima akhir Maret 2016 tadi . sekali lagi alhamdulillahirabbil’alamiin..
Namun dibalik kegembiraan itu ternyata ada terselip kesedihan karena kita akan berpisah, yakni pada sk penempatan . Saya ditugaskan pada MTsN Batu Benawa Pagat. Tetapi masih bersyukur, karena penempatan tugas  tidak terlalu jauh .
Saudara  saudari  dan anak-anakku sekalian yang berbahagia,
..... Cinta.... lantaran mata yang terpikat, sayang... lantaran hati yang terjerat, rindu.... lantaran rasa yang tersirat.... bukanlah perpisahan yang di tangisi, bukanlah pertemuan yang di sesali, tapi inilah nyata takdir illahi, yang harus di jalani hari demi hari. Maka saya  usahakanlah untuk tabah dalam menapaki .
Ayam rintik di tepi hutan, nampak dari tepi telaga, nama yang baik jadi ingatan, seribu tahun terkenang jua. ...
Dari mana hendak kemana, tinggi rumput dari padi, hari mana bulan mana, dapatlah kita berjumpa lagi....
Permata jatuh ke rumput, jatuhnya ke rumput bersilang, dari mata memanglah luput, dalam hati tak akan hilang...
Akar keladi melilit selasih, selasih tumbuh di ujung taman, kalungan budi junjungan kasih, mesra kenangan sepanjang zaman....
.... rekan –rekan dewan guru dan anak-anakku sekalian serta  saudara sekalian....
Selama kita berkawan. .... bergaul yang begitu lama, beribu kenangan yang manis maupun pahit telah terukir,  tentu banyak laku perbuatan dan ucapan saya yang tidak pada tempatnya, ucap kata dan pertuturan yang kurang layak dari saya, bersenda gurau yang berlebihan atau sikap yang kurang baik, ... maka inilah saatnya saya memohon dengan sangat .. bukakanlah pintu maaf, dan ampun serta keredaan rekan-rekan dan anak-anak sekalian yang sebesar-besarnya dan dengan segala ketulusan hati. Supaya tiada ada di antara kita dengki dan dendam serta syak wasangka yang tiada bermakna. ... demikian juga dari saya .. telah dengan setulus-tulusnya dan seikhlas-ikhlasnya. Telah memaafkan semuanya..... semoga Allah selalu meredai kita semua ... amin.
Saudara sekalian ....
Selanjutnya bolehlah  saya berpesan ....
Kepada anak-anak kelas 9 yang akan meningkalkan sekolah ini.
Lanjutkanlah pendidikan kalian setinggi-tingginya, tuntutlah ilmu sebanyak-banyaknya, keruklah selama kalian mampu. Dan janganlah putus di tengah jalan.... sampai kamu berhasil.. menjadi orang yang ber ilmu, sehingga dapat dengan mudah untuk mengatasi tatangan segala zaman.... generasi yang tangguh, kokoh tegak berdiri, tidak mudah goyang diterjang topan dan badai kehidupan yang akan datang.
Berburu ke padang datar, mendapat rusa belang di kaki, berguru kepalang ajar, bagai bunga kembang tak jadi.  Bangsal di hulu kerapatan, sayang durian gugur bunganya, sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tiada guna....
Dan yang lebih penting lagi usahakan untuk dapat mengamalkan ilmu-ilmu yang telah diperoleh selama kalian belajar di sekolah ini. ...
Tentu kami tidak mengharapkan  seperti ini....
 ......   gasan bibinian dahulu ... nah ..
Pasang lalangit gasan mamais, kananya iwak saluang, duhai langit kanapa manangis, malihat diang lapas karudung,...
Umai mayang sangkut di dadap, manjuraknya pakai paikat, umai diang baindruk handap, tampaha hirang basapai kunat.....
Nah .. gasan lalakian pulang...
Ganal-ganai si buah hanau, manutuhnya pakai gargaji, utuh ganal guring malandau, mata pisi-pisi baliur basi....
Kuduk kurus sikurat bamban, barang-barang bulunya ikal, duduk di gardu bamamalaman, urang tuha kada ba akal.
Apalagi jangan sampai seperti ini ...
Kastila masak mangkal, dijajak linyak-linyak. Urang tuha kada ba akal, malawani kanak-kanak. ...
Atau ... baju lapis kutang, silawar kurita, ka warung bahutang , ruku mainta, duduk di babangkuan pangkat sh alias silawas hundap..... uma... mamabari supan ......
Bapak saudara dan anak-anak sekalian ....
Selanjutnya  ...
Kepada anak-anak kelas 7 dan 8 , belajarlah kalian dengan sungguh-sungguh, taatilah orang tua dan turutilah nasehat gugu-guru kalian. Supaya hasil belajar kalian senantiasa  memuaskan hati.
Dan membanggakan orang tua kalian serta membahagiakan guru-guru kalian .
Bapak.... ibu .... anak.. anak dan saudara-saudara sekalian..
Yang terakhir ......
Saya mohon do’a restu sampian barataan, mudahan saya dapat menjalankan tugas di tempat yang baru dengan baik dan amanah.  Serta selalu mendapat perlindungan dan kemudahan dalam segala urusan dari Allah SWt ... amin.. ya.. Alllah ya.. rabbal ‘alamiin.

....Bapak..ibu... dan akan-anak sekalian yang berbahagia......
Hari ini mananam sarai, besok lusa manggangan tungkul, hari ini kita bercerai , mudahan besok  kita bakumpul.
Dimapa akal manimbai lunta, akar manggis bakulilingan , dimapa akal handak malupa, mun batamuan bakurihingan.
Dimapa akal manimbai lunta, iwak tilan dipakajangan, dimapa akal dandak malupa, guring sa ilan nang kaganangan.
Duhai sembilu paringku patah, mata sembilu gasan ukiran, aduhai pilu hati berpisah, banyu mata kilir-kiliran......
Batang Kurihang dibalah-balah, dahan-dahannya di ulah kayu, sekarang kita berpisah, mudahan bakumpul di lain waktu,
Banang-banang sudahlah jauh, jauh lagi buluh perindu, ganang-ganang aku nang jauh, lamun sampian marasa rindu.
Kandangan jumbatan papan, martapura jumbatan wasi, kaganangan di waktu makan, banyu mata gugur ka nasi.......
Buah mingkudu dimakan hirangan, sambil maloncat ka pohon pinang, lamun ku rindu wan kaganangan, bolehlah aku umpat ba ilang.
laju lajunya naik sapida. Handak singgah ka pasar haruyan.  rindu dandaman sasak di dada. Tunduk tingadah ku pandang bulan.
Demikian sambutan dari saya... semoga ada manfaatnya dan mohon maaf atas segala kurang atau lebihnya. Akhiru qalam.. Billahi taufiq wal hidayah ....
Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh.


Ka balakang manabang paring,Limbah di tabang lalu di balah
Asa supan aku maniring, Gulu mahabang rambutnya basah..































Senin, 21 Maret 2016

KISAH BAHASA BANJAR HULU SUNGAI PART 4



KISAH-KISAH BAHASA BANJAR HULU SUNGAI PART 4
1.     TASALAH SINGGAH

Hari itu, kira-kira pukul dua siang, Kai Japuk bulik, matan tanjung bulik bagawi bangunan umpat bubuhan pamuda. Waktu di jalan sidin marasa haus. Pas malalui wilayah Sungai Katapi, banyak warung balirit, lalu singgah sidin ka warung nang pinda sunyi.
“Oo..  Luh.. Kopi manis sabuah...!”
“Inggih.... kai.. ai “. Aluh Kaciput manyahuti.
Kada lawas kaluar si Aluh mambawa akan banyu kopi pasanan Kai Japuk tadi.
“Makasih  luh ai,” Ujar kai. Gasak sidin maharu kopinya, lalu mahirup sadikit-sadikit. Tangan kanan sidin manjumput guguduh  hanyar di bangkit, kipik-kipik tangan... huh.... huh ... huh... muyung muntung kai  japuk maniupi guguduh panas.  Lalu di andak ka pipiringan bakas kaandakan cangkir kopi tadi, gasak guguduh tadi  di ricih-ricih  sidin supaya lakas dingin. Tapaksa ai talawas sadikit , di yapa saraba panas. Kurang labih satangah jam tuntung sidin minum kupi wan makan guguduh tadi.
Gasak ai sidin ma ambil ipuk, lalu ma ambil duit dua puluh ribuan, gasan mambayari munuman wan guguduh  nang sidin makan tadi.
“Uu ... luh... ini nah duitnya,  tadi sacangkir kopi, wan sabiji guguduh luh ai”.
Gasak Si Aluh manyambut duit bayaran Kai tadi, lalu duduk ai inya pulang di balakang mija.
Lawas... lawas... mahadang  angsulan, bapaparapat jam saku. Batakun ai Kai tadi.
“ Luh... barapang tadi  haraga sacangkir  kupi panas wan sabiji guguduh,  Luh? “...
“Pas ... Kai ai. “ Jar Aluh manyahuti.
“Hitung .. bagus-bagus , sacangkir kupi wan sabiji guguduh. Luh ai.” Jar Kai lagi. Pikir sidin paling larang lima ribu.
“Kada... kai ai .. duit nang piyan bayarakan tadi pas haja...” Jar Aluh manjalasakan.
“Kada tasalah hitung lah .. Luh. “ Bamula muha Kai pinda habang.
“Kada..  kai ai... Piyan kai ai nang tasalah singgah”. Ujar Aluh Kaciput manjalasakan, muha misam-misam. Kunjilam....   kunjilam. Mata pinda kurup-kurup.
Mandangar  sahutan Aluh tadi, mandam muha, pikir sidin , nini saku warung nang ujar-ujar tu saku.
Limbah itu gasak Kai Japuk tadi mangaluyur kaluar warung manuju sapida mutur, gasak mahidupi. Kada kulih kiwa  kanan lagi, limbah hidupi sapida mutur. Tancap gas mara bulik. Jara aku singgah ka warung  nang kada kakaruan lagi. Rugi ... tahulah. Bagawi panat, paluh ka burit-burit.
(Makanya.. di itihi ai dahulu warungnya, warung gadiskah, warung balu kah, atawa warung ... ... jangan sambarang singgah lagi kai ai.... )
Algazali. Walatung, 14 Maret 2016.

2.   TASALAH HABAR

Kamarian (Arba) handak magrib, datang tuhaannya (abah), mahabarakan bahwa Kai Acan maninggal dunia.
“Jar .... siapa piyan bah”
“Ujar.. Dil.. tadi, banyak ai  kakanakan ai bahabarakan” Ujar Abah manyahuti.
“Mahala jua, bah ia, kena ia limbah magrib aku kahulu.”
“Eeh.. sama ai jua..” Jar Abah. Lalu sidin bulik.
Tuntung bamagrib...... limbah makanan. Gasak ku ambil kantongan nang baisi satimpil kipayah wan buku handil mati Waringin. Turunakan sapida, tulak ampah ka hulu basapida. Sampai ka wadah anak Kai Acan, ku lihat  warung babuka, urangnya kada banyak pang. Singgah aku, lalu batakun.
“Hin.... ( manya Hihin)    dimana kai ba andak?. 
“Di rumah sidin ai. Ai... napang habar ti.. li ..?’ jar  Manya Hihin manyahuti, bingung.
“Anu... ujar ... tuha annya maninggal jar.” Jar ku.
“Maninggal... jar siapa.. ?” manya Hihin lagi, batambah  bingung.
“Ujar abah... abah ujar kakanakan tadi, kamarian tadi jar.” Jar Ku lagi, mulai bingung.
“Kada...  Jal ai.. tadi kami mamindah  sidin karumah kaka Aluh banarai, ganangan kakanakan luku, maninggal saku lih.  Sidin kada kawa napa-napa lagi, jadi mun di pindah karumah anak nyaman jua manggaduh sidin.” Jar Manya Hihin manjalasakan. Aku mulai mamahami ka adaan nang sabujurannya.
“Mun .. dintu.. muhun maap ai lah aku tasalah habar. Aku babulik ha mamadahan nu tuha annya kalu sidin kada tahu.” Jarku lagi.
“Panjang umur .. sidin lagi.. “ Jar Manya Hihin.
‘E..eh... lih.. “jar Ku. Lalu gasak aku bamara bulik.
Sampai ka wadah abah, aku singgah. Pas banar tuha annya mambuka lawang, basiap handak mambawa pakakas kamatian nang sudah di siapakan basusun di pulatar.
“Lain.. bah ia.. kada maninggal. Kada maninggal bah ia. “ jarku tanyaring sadikit.
“Ai... kada maninggal ?” Jar Abah pinda bingung.
“Aku .. tadi datang di hulu... “
“Iya.. kah.. “Jar abah hanyar parcaya. Gasak sidin manyimpuni pakakas tadi lalu mamabawa naik ka rumah dibulikakan  ka kamar simpanan barang wan alat kamatian nang biasa ka andakannya.
Lalu aku naik karumah tuha annya, mangisahakan. Kajadian tadi , tatawaan di juruk sabarataan. Maklum malam itu, malam Kamis ada  acara balajaran ( pambacaan kitab Hikam) oleh Abah Saili. Tapi balum pang bamula, hanyar haja waktu Isa.
( Jadi... bahabar tu bujur-bujur. Untung haja balum tahabari Katua, wan balum di umumakan di langgar. Ka..tida.... tahu urang sa RT an.)
Kada lawas... (ampat hari limbah kisah tadi)  Limbah tanghari Ahad datang Manya Hihin ka rumah, parahatan makanan, mahabarakan bahwa bapanya (kai Acan ) sudah maninggal tadi satagah satu. Nah ini nang bujuran am. Lain dudustaan.  Gasak tulak mambawa  satimpil wan buku handil mati, salajur bahabar sa Rt an, maumumakan  di Langgar. Manggani i manangani , wan mambagi kifayah.  ...... sampai tuntung.
.....    itu pang kisahnya.... pahami saurang haja lah....
Algazali. Walatung, 14 Maret 2016.

3.    MALIBASI TABUAN GANTUNG

Kamarian tu aku di suruh mama, manaiki niur  kuning nang ada di higa rumah usu Nudin.
“Tuh... naiki  pang niur kuning nang ada di higa rumah Usu,  palihat ku banyak nang karing, pinda mahirang. Lawas pang kana di anu. Barang ai mangumpulakan dahulu, kena gasan mahaul datu” jar Mama, mangiaw aku.
“E..eh, .. parang bakumpang wan kampil bapanggalnya mana ?” jar ku manyahuti.
“Tu.. cari i di pulatar kampilnya, parang bakumpangnya ba andak di higa lawang padapuran “.jar Mama.
Sudah siap samunyaan alat wan wadah gasan manaik niur, Ku andak di ancak sapida. Lalu barangkat ampah ka hulu. Kada jauh pang sakira saparampat pal haja. Sampai ka halaman usu Nudin, Andak sapida, ibit parang pakumpang, pasang ka pinggang, kujarat talinya, nyaman haja, bakas pisau panyadapan. Kulihat ka atas niur, dasar bujur, buahnya labat mahirang karingan. Daun karingnya jua banyak jaruaian. Tinggi jua niurnya malima walas dapa saku, maklum niur tuha jadi niur laur sudah.
Sampai kapuhunnya, gasak ku naiki, badakap haja, adapang kimpangannya, tapi jarang-jarang. Nyaman ia manaiki niurnya pinda cundung sadikit ampah ka padu.
Dakap ..... dakap ... ahirnya sampai ka bawah buahnya, bamandak satumat mainda kaya apa malunggah, ka  atas supaya nyaman manataki tundunannya. Lantaran buah nya labat wan sasak, tuhuk jua hanyar kawa malunggah, mahingal jua. Limbah kawa malunggah, baistirahat satumat bataduh paluh, limbah itu ku cabut parang nang ada di pinggang.
Lalu....   tak.tak..tak... rabuk.  Satundun gugur.  Tak....tak... rabuk.  Satundun pulang gugur. Tak... tak.... rabuk,  satundun pulang gugur,  habis nangkaringnya, ku kuncang tundunan nang kada karing. Ada dua tundun nang bakuncang, Kutatak jua.... tak..tak... rabuk,,.... tak.... tak rabuk. Habis nang bakuncang. Kutatak sabigi dua nang anum. Tak .. rabuk .. tak.... rabuk . Tuntung sudah ma anu i buahnya, mulai nang karing sampai nang bakuncangnya ditambahi dua bigi nang anum. Baistirahat satumat. Sambil mainda pacang turun.  Nyaman ai, turunnya sudah kada sasak lagi wan buahnya.
Kawa malunggah ka bawah, badakap pisit ka batangnya. Sambil tangan mangguyangi daun nya nang karing baruai. Guyang... guyang... gulak... gulak... guguran naun karingnya  sampai habis.
Limbah itu.. tadi yapa pinda kailingungan  tabuan gantung tumbur. Dalam hatiku. Ai batabuan saku nih, di mana sarangnya, taumpat gugur di daun niur ti kah atawa di batang nya kah. Sambil mancari akal. Ku ragap batang niurnya pisit ba uup baranai. Kada lawas ampih tabuannya tumbur. Hanyar wani balungak, sambil ba i i tih di mana jua sarang nya. Sakali ta i tihi  ka bawah . Eh... sakalinya di batangnya bagian bawah. Sakira-sakira dua dapa pada aku ba diam. Pahin naik tadi kada ada katahuan  tabuannya. Jakanya tahu pa kada jadi manaiki. Maka ganal parak satabah tampikannya.
Di mapa akal ?.....    pikir.... pikir .... nang ngaran kapidaraan. Lalu timbul akal. Yaitu ;
Tangan kiwa kanan ku salungakan ka batangnya, jariji nya ku sambungakan. Lalu batis jua di salungakan dikaittakan . lalu ...... Bismillah.....    dadakapan tangan wan batis di lunggarakan , lalu...   laju ai tagalusut  turun  .... manalu dapa bagalusut tadi, gasak kupisiti dakapan tangan wan batis  .... alhamdulillah .... tamandak.... bagana satumat.  Hanyar turun bagamat. Ahirnya sampai ka tanah. Alhamdulillah salamat. Duduk  ka banir rambutan parak puhun niur tadi. Tadi mapa mati padih di dada , pagalangan sampai ka pipikangan,. Eee... sakali di pariksa.. dada rarai bingsak bacaur darah. Mintu jua pagalangan kiwa kanan parak katiak jua a ara an darah. Sampai ka tampaha taumpat rarai. Umai padihnya. Untung cawatnya kada rabit, Cuma kuning haja bakas bagalusut tadi. Katiya saku ....
 Sambil babirangkang ma arit padih di tampaha bajalan  bainggang manjatu i niur nya. Kada  kawa mamabawa bulik. Tapaksa ai ku tuyuk di parak puhunnya haja.
Bulik ai  bagamat maninjak sapida. Sampai karumah, bapadah wan mama. Pada kada kawa mambawa bulik niurnya sambil ku kisahakan samunyaaan kajadiannya. Untung haja mama kada sarik.
Kena mun handak naik nuir di tapak-tapak ai dahulu batangnya. Kalu ada tabuannya. Lawan waktu naik sambil di itihi kalu ada sarang tabuan.   He...   he ... mun disangatnya  pa sakit wan bangkaknya. Tahulah.....  marasa maka tahu , siapa nang suah disangatnya ?
Hinggat situ gin kisahnya.... .    Algazali; Walatung, 17 Maret 2016.

4.   MANCANCANG HANTU

Malam Sanayan tu, Guru Amit, malajari sifat dua puluh atawa Tauhid di kampung Baru nang ba andak di rumah Imis Jagau. Banyak ai urangnya, tuha-tuha ai nang hakun balajaran. Nang anum nya mana ?.....
Tadi mapa malam itu landung banar hanyar bulikan, maklum harinya hujan di luar rumah. Jadi tuntung balajaran bapapandiran mahahadang taduh hujan. Parak pukul satu malam hanyar pinda taduh, itu gin hujan nya masih baribisan alias burintisan. Tapi urang nang balajaran bamula bulikan. Sudah bilang habis bulikan nang balajaran, tatinggal tuan rumah wan Guru Amit.
“Sadang ai jua aku bulik nah,” jar Guru Amit.
“kada usah gen, bamalam haja, harinya landung jua, makanya hari masih baribisan .” Jar Tuan Rumah.
“Maaf hanja pang Mis ai, aku tadi kada tapadah wan mamanya di rumah.” Alasan Guru Amat.
Cangkal jua handak bulik Guru Amat, maka jauh jua buliknya ka kampung subalah, sakira  ampat pal saku.
“Mun damintu, nih na... bawa payung wan parang mandau bakumpang , kalu nangapakah di jalan, kami injami ha, tapi minggu dudi bawa akan ka sini. “ jar tuan Rumah sambil manjulungi payung wan parang mandau pakumpang hanyar titikan, jadi landap banar parangnya. Lalu .. “ Baik ha kalu lampu sapidanya Ru.. “
“Eh... baik banar ...  wan jua arimya salau-salaiwan jua, kalihatan haja jalan, kawa haja maliungi lubak licak nang ta dalam kena,.” Jar Guru Amit. Maklum bahari jalannya balum ba aspal kaya wayah hini.
“Assalamu’alakum... “ jar guru Amit Sambil  manaiki sapida untanya mirik simking.
“Wa’alaikum salam... hati-hati di jalan, muadahan salamat sampai tujuan, Ru ai”. Jar Imis.
“Amiiin...” jar Guru Amit. Bagasak sidin manjalanakan sapidanya ampah bulik.
Jalan... jalan..   arinya masih pinda biribisan sadikit, kawa haja pang kada usah pakai payung. Jua arinya pinda ba angin, dibus..... dibus.... Macam-macam bunyi  tadangar, maklum sunyi kada urang nang bajalan lagi malam tu. Jahanu tadangar bunyi kukulai, bunyi musang, jahanu ada bunyi hadupan, jahanu ada jua bunyi mangi ik, napakah  luku.
Kada karasaan sampai, ka batas kampung, kiwa kanan padang rumbiya, rumah jua kada ada, yah padang sawangan lah. Maka jauh lagi hanyar ada rumah urang.
Pas.. arinya pinda ba angin ta daras. Tadimapa Guru Amit ta itihi  ka pinggir , arinya jua salau salauan palihat sidin mancugut hirang ...ganal... mandua ikung... gebek... gebek... gebek... talinganya bagebek .
Pikir sidin.. nini saku jar urang tu nang ngaran hantu  saku . Nah... bulu tundun mamburijing . Kada sa apa bamandak sidin, turun pada sapida, gasak mancabut parang mandau injaman tadi. Dalam hati sidin . “ Ni... ka am  karuan hantu ai, handak marasai mandau hanyar titikan ni, ayu ja.” .......   Lalu brak.... brak... brak... bras.. bras... kada maingat rarawisan, timpas barait , cancang lamuk  hantunya.  Kada lawas dua ikung hantu rubuh hancur tahambur.  Gasak sidin mambuat parang nya ka kumpangnya, lalu naik sapida manuju bulik.
Sampai ka rumah, “ Uma nya.... uma nya. Lakasi bukai lawang nah... sambil manggandah tawing sing gancangan. Kada lawan manyahuti nang bini,” Hadang dahulu nah. “  Gasak nang bini mambukai lawang.
Sudah imbah manaikakan sapida, lalu bakisah Guru Amit wan nang bini sambil hinak masih mahungal. “ Hah...  hah ... umanya... tadi.. aku salang mancancang  hantu , dua ikung hantunya.”
“Ai.. di mana tih tatamuan hantu.” Jar Nang Bini.
“Tu... di batas kampung, padang rumbiya. “
“ Ai.. mati lah” Jar nang bini sambil takurihing.
“Kada bataha, ... hancur tahambur nitu, nyata ai mati. “ Jar Guru Amit manjalasakan.
Kada lawas guringan. Landung jua arinya mamukul dua labih. Guru Amit tadi kauyuhan jua, limbah mancancang hantu.  ..........
Esuk hari .....
Tumbur di kampung subalah, daun rumbiya nini Randah di cancang urang. Kada nang tahunya siapakah nang mancancang. Manyumpah-nyumpah Nini Randah , umai.. umai .. purunnya , siapa jua  nang purun mancancang  daun rumbiya ku ngini. Lapah aku mamagat.....
Rupanya... Nini Randah, ari Ahat sumalam sidin mamagat daun rumbiya. Kada sawat mambawa bulik. Lalu di andak sidin di pinggir jalan . Maandaknya di cagatakan, nang ngaran ganal babatannya nyaman haja ma andak di cagatan. Limbah tu di atasnya sidin tukupi wan daun kaladi tabangan nang ganal wan libar, lalu sidin ditindihi tanah babingkil supaya mun ari angin daunnya kada tarabang, wan jua mun ari hujan kada kahujanan jadi kada barat lagi ma angkat, sabab daun rumbiyanya ti is kada basah lagi.
Rupanya... pang lihat Guru Amit malam tadi , talinga nang bagibek turun naik tu, adalah daun kaladi tabangan nang tatiup angin.. gabak..gabak. Maklum haja pang panglihat urang takutan... .....kalaras pisang, mun tatiup angin ganangan hantu handak mangapung.
Ha..... ha... ha.... dua babat daun rumbiya hancur kana cancang.  Lagi ha ... ma andak maminggir jalan. Ingatakan lah nang dudi jangan lagi. Kalu malam jadi hantu... pulang.
Algazali; Walatung, 19 Maret 2016. (klik. www.algazali296.blogspot.com).

5.    CUCU BA’AN

Kamarian jumahat  ini, urang sabuah rumah handak bakakawinan (banikahan).
Urangnya sudah takumpulan, wan Naip (Kepala KUA Kecamatan) sudah jua datang, pahadangan bamula, sambil munyurungi banyu tih manis, sambil bapandiran macam-macam.
Naip”: Siapa nang pacang di kawinakan  ni ?
Manyahut Kai Layau nang duduk di higa.
Kai :” Anu,.. Naip.. ai.. cucubaan nang pacang dikawinakan”.
Naip.” Ai ... jangan cucubaan,  kana mau cucubaan kawin tu.”
Kai . “Banaran .. Naip ai, dasar cucubaan nang pacang dikawinakan.”
Naip;”kada bulih cucubaan, urang kawin tu” bamula Muha Naip pinda habang manahan sarik.
Kai;” Damia... Naip ai, nang pacang dikawinakan ini, cucunya alih Ba... an, Ba’an itu ngaran nininya.”
Naip;” Ai ... da mintukah, sangka ku ti cucubaan bujuran alias i incaan kawinnya.” Hanyar Naip paham maksud kai Layau.
Tatawaan urang sarumahan...  Lalu lakas mulai acara bakakawinannya sampai tuntung......
Pamandiran tu hati-hati... kena salah paham, pa mamgalihi.
 (Sunting sumber: Algazali; Walatung, 19 Maret 2016).